Event, Lates News
Eduperience Vol.3 di Desa Benteng Gajah, Maros
“Seru!” adalah jawaban terbanyak saat minweb meminta adik-adik peserta Eduperience menyebutkan satu kata yang mewakili untuk Eduperience Volume 3 ini.
“Sebelum berangkat, saya bayangkan akan rindu dengan orang tua dan keluarga besar. Ternyata Eduperience ini SERU!”, ungkap Zidan (kelas 7). Ini adalah Eduperience pertama yang ia ikuti.
Alhamdulillah, siswa siswi kami menikmati program yang dimaksudkan untuk memberi ruang pembiasaan untuk sejenak keluar dari zona nyaman agar kelak bisa mempertahankan hidup bagaimanapun kondisi yang dialami di masa depan. Diharapkan pengalaman ini bisa menjadi bekal bagaimana hidup dengan fasilitas minim, tidak sama dengan segala fasilitas yang secara mudah didapatkan di rumah masing-masing.
Eduperience, Education and Experience, adalah salah satu program tahunan Sekolah Alam Le Cendekia (Boarding School) yang mengajak adik-adik siswa mendapat pengalaman secara langsung dari masyarakat desa. Para generasi milenial ini diajak tinggal di rumah warga secara berkelompok dan mengikuti aktifitas keseharian warga di desa.
Setelah dua kali dilaksanakan pada tahun 2018 dan 2019, lalu sempat vakum pada tahun 2020, tahun 2021 ini Eduperience Vol 3 kembali dilaksanakan hari Senin, 6 Desember 2021 hingga hari Kamis, 9 Desember 2021. Lokasinya kini diadakan di Dusun Balocci, Desa Benteng Gajah, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros. Rombongan Eduperience Vol 3 berangkat dari asrama sekolah di desa Pakkatto, Kab Gowa diantar oleh truk Dalmas ke lokasi pusat Desa kemudian berjalan kaki sejauh kurang lebih 700 meter. Setelah beristirahat di rumah warga (basecamp kakak guru), para pejuang tangguh secara berkelompok diantar ke rumah warga tempat siswa akan tinggal selama 3 hari kedepan.
Terpilihnya lokasi Eduperience kali ini tentu dengan banyak pertimbangan termasuk kondisi dusun dan pekerjaan masyarakat yang beragam sehingga bisa menjadi tambahan wawasan yang disaksikan dan dirasakan secara langsung. Pekerjaan masyarakat secara umum adalah penggembala sapi, penggiling padi, petani, pekebun sayur, peternak lele, penebang rumput gajah, peternak ayam potong, pekebun tanaman paku dan mengolahnya, melakukan praktek biogas, serta pekerjaan lainnya.
Peserta mengikuti aktifitas keseharian keluarga angkatnya termasuk membersihkan rumah dan memasak untuk dinikmati bersama. Membersihkan rumah dan memasak mungkin telah menjadi aktifitas keseharian di rumah maupun di asrama. Namun tentu berbeda dengan di desa, material, perabotan rumah, ataupun perlengkapan memasak. Bagi Fath (kelas X), ia mengaku senang bisa membantu pekerjaan rumah orang tua angkatnya. Termasuk membantu memasak dan membersihkan rumah.
Selain beraktifitas di rumah masing-masing, diadakan aktifitas bersama. Pada malam hari, adik-adik laki-laki akan sholat berjamaah Magrib dan Isya di masjid. Diantara dua waktu sholat itu, mereka mengaji Al Quran bersama. Adik-adik perempuan juga melaksanakannya di rumah masing-masing.
Pagi hari dihari kedua, adik-adik melakukan kerja bakti membersihkan masjid kemudian siang harinya mengunjungi pabrik biogas. Ternyata, tidak hanya sekadar mengunjungi pabrik Biogas, adik peserta dikenalkan uji praktik proses pengolahan kotoran sapi menjadi energi terbarukan sebagai sumber gas memasak di rumah warga.
Sesi belajar didampingi langsung oleh Kak Asdi, pengampuh mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup di Le Cendekia yang juga merupakan seorang tenaga pengajar di Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Kabarnya, desa Benteng Gajah ini termasuk binaan “Desa Mandiri Energi” Pemprov Sul-Sel beberapa tahun silam. Namun, seiring berkurangnya jumlah kotoran sapi karena warga tidak lagi memelihara sapi, tersisa sekitar 30% dari total 55 reaktor biogas milik warga yang masih digunakan untuk keperluan memasak sehari-hari.
Hari itu, generasi pemakmur bumi Allah belajar banyak. Menurut Zidan (kelas7), berkunjung dan belajar mengenai Biogas adalah kegiatan yang mengesankan baginya. Sore harinya pun jadi lebih berkesan karena diadakan permainan mini outbound yang seru bersama teman-teman.
Hari berikutnya, jadwalnya berbagi keceriaan dengan adik-adik di desa. Diadakan lomba yang memantik keakraban antara peserta dan adik-adik siswa MI DDI Sakeang. Kegiatan porseni kecil-kecilan ini menjadi salah satu rangkaian kegiatan yang berkesan bagi Bulqis (kelas X), “Lucu melihat adik-adik kecilnya lomba”, katanya. Setelah membangun keakraban dengan anak-anak desa, malam harinya diadakan acara nonton bareng. Warga dan seluruh peserta Eduperience berbaur. Pengalaman yang semoga selalu menjadi kenang indah dimasa depan. Aamiin.
Hari terakhir, waktunya pamit. Alhamdulillah. Tunai sudah ikhtiar belajar langsung melalui pengalaman hidup di desa. Haru, karena ternyata kehidupan desa begitu hangat. Sebelum pulang, dititipkan donasi untuk pembangunan masjid dari keluarga Le Cendekia. Semoga kehadiran kami di dusun Balocci ini mendapat kesan dan kenang baik dihati warga.
Bagi salah seorang adik siswa peserta Eduperience Vol 3, hal yang paling berkesan baginya adalah saat bisa memasak nasi tanpa dandang yang hasilnya enak dan tidak gosong. “Hari pertama, saya dan teman-teman kelompok mau masak nasi, biasanya di sekolah pake dandang. Saat ingin masak nasi saya dan teman teman yang lain sedang mengukur takaran nasi, lalu ibu angkat membantu mengukur dengan bertanya siapa aja yang akan makan dan sebagainya. Setelah itu ibu angkat mengajari kami masak nasi tanpa dandang, dengan mencontohkannya langsung. Esok hari dan seterusnya, kami bisa melakukan sendiri dan hasilnya enak,” cerita adik Raihanah (kelas IX).
Selain akhirnya bisa memasak nasi tanpa dandang, Raihanah dan teman-teman mendapat banyak pengalaman berharga. Kelompok siswi ini tinggal bersama keluarga yang memiliki warung dan anak berkebutuhan khusus, juga memelihara sapi. “Kami mengajari membaca anak orang tua angkat yang berkebutuhan, usianya sudah 25 tahun tapi badannya kecil. Kami juga pernah ikut bersama bapak angkat ke kandang sapi di malam hari untuk memindahkan ikatan sapi. Karena malam, kami khawatir tapi yakin bapaknya baik dan peduli sama kami. Teman yang lain membantu menjaga warung karena ibu angkat harus berangkat ke puskesmas membantu orang melahirkan.”
Ada juga yang rasanya masih ingin menemani nenek yang tinggal sendirian di rumahnya. Malam-malam nenek tidak lagi sepi karena ada yang menemaninya menonton sinetron. Adik Aqilah bercerita, “Saat malam terakhir kami makan malam bersama dengan nenek, kami menceritakan tentang sekolah kami dan bertanya ke nenek mengenai suara tembakan yang selalu kami dengar tiap hari, ternyata itu suara dari tempat pelatihan TNI yang berada dekat dari wilayah itu. Lalu nenek mulai curhat tentang bagaimana dia hidup sendiri sebelumnya. Beliau juga bercerita tentang betapa sedihnya nanti kalau kami sudah pergi, Nenek tidak punya anak dan suami. Hanya ditemani dengan ayam dan sapi peliharaannya di belakang rumah”.
Ketika kelompok lain merasakan hangatnya bisa hidup bersama keluarga baru, berbeda dengan kisah kelompok yang dipimpin Bulqis (kelas X). Mereka tinggal di rumah keluarga peternak ayam. Sehari-hari, aktifitas orang tua angkatnya di kandang ayam. “Saat kami masuk ke kandang ayam, kami kaget karena di dalamnya ada kamar. Kandang ayamnya besar, ada 300 lebih ayam yang dipelihara disana”, cerita Bulqis. Walaupun hanya ditemani anak dari orang tua angkatnya, mereka tetap memaknai Eduperience dengan kisah tak terlupakan. Misal saat mandi, ada ayam yang masuk di kamar mandi. Hihi.
Selain cerita menarik yang sempat minweb gali dari pemuda pemudi ini, ada juga kelompok yang diajak memotong rumput gajah sebagai pakan ternak, juga memberi makan ikan lele. Bervariasi, semua mendapat pengalamannya masing-masing.
Alhamdulillah. Pengalaman-pengalaman inilah kelak yang akan menjadi bekal berharga di masa depan. InsyaAllah.