Artikel, Event, Lates News
Pulih, Bangkit, dan Merdeka Di Le Cendekia
Tujuh puluh tujuh tahun yang lalu, perjuangan para pejuang kemerdekaan berbuah. Indonesia mengumumkan kemerdekaannya. Bangsanya telah merdeka dari jajahan bangsa lain selama beratus tahun. Mensyukuri nikmat Allah berupa kehidupan yang tenang tanpa jajahan adalah kewajiban setiap kita. Tak lupa mentadabburi kehidupan nenek moyang yang hidupnya disertai rasa takut akan suasana mencekam. Alhamdulillah. Kita yang hidup hari ini tidak lagi merasakannya.
Agustus adalah bulannya Indonesia. Perayaan hari kemerdekaan Indoneisa yang dilaksanakan setiap tahun di seluruh bagian Indonesia mulai dari di rumah dengan keluarga kecil, tingkat lorong perumahan, Rukun Tetangga, hingga ke banyak lapisan masyarakat selalu semarak dan menyenangkan. Sekolah sebagai tempat ‘belajar’ tentunya takkan ketinggalan mengajak anak didiknya untuk turut memeriahkan peringatan besar negeri tercinta.
Awal bulan Agustus ditandai dengan meriahnya bendera merah putih yang terpasang disetiap rumah dan pinggir jalan. Latihan baris berbaris petugas pengibar bendera juga telah terlihat di beberapa lapangan. Pun di Le Cendekia, petugas pelaksana upacara dan pengibar bendera terus berlatih demi pelaksanaan upacara pengibaran bendera dalam rangka HUT Kemerdekaan RI di lapangan upacara sekolah berlangsung khidmat.
Tepat tanggal 17 Agustus pagi, upacara pengibaran bendera dalam rangka HUT Kemerdekaan RI ke-77 berlangsung di lapangan upacara Sekolah Alam Le Cendekia, Desa Pakkatto Caddi, Gowa, Sul-Sel. Momentum ini diharapkan bisa memantik rasa syukur tak terkira bagi adik-adik pemegang estafet keberlangsungan negara bahwa Indonesia adalah negara yang patut selalu kita jaga, perjuangkan dan banggakan. Kak Asdi dalam pidatonya mengajak adik-adik untuk bersyukur dan mencintai seta menjaga kekayaan negara. Beliau menceritakan pengalamannya saat berada jauh dari Indonesia yang harus menahan kerinduan akan masakan khas Indonesia yang bumbu-bumbunya merupakan kekayaan Alam negara. Indonesia begitu kaya akan sumber daya alam, salah satu tugas kita adalah menjaganya, membudidayakannya, serta memanfaatkannya dengan baik.
Lalu bagaimana kakak guru Le Cendekia mengajak para calon pemimpin negeri masa depan untuk memaknai 77 tahun Indonesia merdeka? Ragam perlombaan diselenggarakan sepanjang hari selama beberapa hari. Suara riuh kakak guru dan adik siswa meramaikan lapangan sekolah. Lombanya seru, pesertanya adalah kolaborasi kakak guru dan adik siswa.
Saatnya kita mengulik keseruan ini…
Pertandingan diawali dengan penampilan yel-yel kelompok sebagai tanda seluruh peserta siap mengikuti pertandingan 17-an di LC dengan semangat juang 45. Ada arahan juga yang disampaikan oleh kak Arham selaku penanggung jawab kegiatan perayaan kemerdekaan.
Perlombaan yang selalu ada di Le Cendekia sejak tahun-tahun pertama kami di asrama Pakkatto adalah permainan bulu tangkis. Semua orang selalu tertarik bermain ini walaupun tidak semuanya mampu. Sama dengan permainan catur, dikenal dengan olahraga otak karena saat bermain catur peserta hanya duduk menatap pion-pion di papan catur. Olahraga ini senantiasa diadakan untuk menjaga kesehatan dan fungsi otak para pemuda LC. Pesertanya adalah perwakilan tim.
Diadakan juga permainan tradisional yang minweb selalu senang menontonnya, Tarik Tambang. Kita bisa melihat bagaimana tim yang kompak dan bekerja sama untuk menarik bagian tali tambang lebih kuat agar menjadi pemenang. Dari kuda-kuda yang dipasang para pemain diawal pertandingan biasanya sudah bisa ditebak pemenangnya. Ehhh tapi belum tentu, apalagi jika para pesertanya memiliki kekuatan yang sebanding seperti yang terjadi antar tim LC. Pertandingan yang sengit menandakan anak LC memiliki tenaga yang kuat.
Selanjutnya ada juga pertandingan futsal dengan tantangan tambahan. Yap, pesertanya mengenakan sarung seperti bapak-bapak yang hendak berjaga di poskamling. Bayangkan deh, bagaimana ribetnya lari-lari mengejar bola di lapangan kemudian menendang bola menuju gawang dengan berselimut sarung. Padahal kan, desain seragam bermain bola yang umum adalah celana pendek. Seru yaa.
Pertandingan yang lain adalah lomba asing-asing. Itu lho permainan yang dimainkan antar dua kelompok yang saling menghalangi lawan untuk mencapai garis akhir. Permainan ini lebih dikenal sebagai permainan tradisional gobak sodor.
Sistem lomba yang diadakan adalah hitungan poin. Setiap tim mendapatkan poin pada setiap perlombaan yang diikuti. Setelah pelaksanaan semua lomba, poin dihitung dan didapatkan dua tim dengan perolehan poin terbanyak untuk masing-masing tim akhwat dan ikhwan. Kata Kak Arham, pertandingannya seru karena semua peserta menunjukkan antusiasmenya. Antusias merayakan kemerdekaan, antusias juga membela negara. Insya Allah.
Kita sudah 17-an, sudahkah kita SATU TUJUAN? Merdeka!